Indonesia - Toko Merah adalah salah satu bangunan tertua di Jakarta yang dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang sempat menjabat Gubernur Jendral VOC Belanda.
Kawasan di sekitar Toko Merah kini dipugar oleh pemerintah dan dijadikan destinasi wisata Kota Tua Jakarta.
Mulanya bangunan besar yang berada di tepi Jalan Kali Besar itu berfungsi sebagai rumah dinas untuk Gubernur Jendral VOC.
Bangunan tersebut juga pernah berfungsi sebagai Kampus dan Asrama Académie de Marine (akademi angkatan laut) pada tahun 1743-1755.
Kemudian sempat digunakan untuk Heerenlogement atau hotel para pejabat mulai 1786-1808.
Tahun 1809-1813 seluruh bangunan dijadikan rumah tinggal oleh Anthony Nacare.
Setelah itu, kepemilikan bangunan mengalami beberapa pergantian sampai akhirnya dimiliki Oey Liauw Kong yang berfungsi sebagai sebuah toko.
Ia mengecat dinding tokonya dengan warna merah, sehingga toko kelontong ini dikenal dengan sebutan Toko Merah.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa nama Toko Merah diambil setelah peristiwa Geger Pecinan. Usai kejadian itu, banyak mayat orang Tionghoa bertebaran di Kali Besar yang membuat permukaan air menjadi berwarna merah.
Pada tahun 1990-an, Toko Merah dijadikan Bangunan Cagar Budaya berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tanggal 29 Maret Tahun 1993.
Setelah lama terabaikan, Toko Merah direstorasi pada 2012 kini menjelma menjadi gedung pertemuan dan lokasi foto pranikah.
Jika dilihat sekilas, Toko Merah terlihat biasa saja sebagai sebuah bangunan tua. Terlebih, kondisi di sekitarnya adalah lokasi yang ramai orang berjualan maupun wisatawan yang berkunjung ke kawasan Kota Tua.
Di luar sejarah panjang bangunannya, Toko Merah juga kerap dikaitkan dengan cerita misteri di dalamnya.
Jika beruntung, Anda bisa melihat seorang noni Belanda yang kerap berdiri di balik kaca jendela sedang melihat ke arah luar.
Noni Belanda yang tidak diketahui namanya itu disebut sebagai sosok yang membela etnis Tionghoa pada kejadian Geger Pecinan. Wajahnya hancur karena diinjak-injak orang Belanda dalam pembantaian besar-besaran tersebut.
di area Toko Merah mengatakan tidak pernah mengalami hal-hal mistis selama 10 tahun berjualan di depannya.
"Alhamdulillah selama 10 tahun saya di sini enggak pernah ada apa-apa. Jangan sampai juga ada apa-apa. Aman-aman saja jualan. Apalagi di sini kan ramai terus," kata Wati.
Meski begitu, Wati tak menampik jika beberapa kali menemukan adanya pengunjung yang kesurupan makhluk halus ketika berada di depan Toko Merah.
"Tapi saya di sini sering lihat orang kesurupan. Biasanya cewek-cewek tanggung, mungkin dia galau jadi pikirannya kosong makanya kesurupan. Kalau sudah kesurupan, biasanya teriak-teriak pakai bahasa Belanda, saya tidak ngerti artinya apa," aku Wati.
Kalau sudah ada yang kesurupan, lanjut Wati, biasanya warga sekitar dengan mencarikan 'orang pintar' untuk membantu mengeluarkan makhluk yang merasuki.
Meski dibubuhi cerita misteri noni Belanda di dalamnya, sampai sekarang Toko Merah masih gagah berdiri sebagai bangunan cagar budaya yang kaya sejarah.
Sumber : CNNINDONESIA
0 Komentar