Masterceme, Kesehatan - Pengobatan eksperimental corona yaitu Remdesivir diklaim telah gagal dalam uji klinis acak pertama. Draf ringkasan uji klinis tersebut dirilis secara tidak sengaja pada Kamis (23/4) pada laman WHO, dan Financial Times serta Stat kemudian mempublikasikan tangkapan layar di situs WHO tersebut.
WHO mengatakan kepada Financial Times bahwa draf hasil penelitian tersebut sedang menjalani peer review (penelitian oleh ahli lainnya). WHO juga mengungkapkan rilis awal tersebut muncul karena sebuah kesalahan.
Gilead Sciences, perusahaan di balik obat Remdesivir, membantah draf tangkapan layar yang sekarang dihapus itu. Gilead Sciences mengatakan data menunjukkan "potensi manfaat."
Mengutip AFP, draf tersebut menyebutkan uji coba klinis obat remdesivir melibatkan 237 pasien. Sekitar 158 di antaranya menerima pengobatan remdesivir dan 79 lainnya kelompok kontrol.
Namun pemberian Remdesivir dihentikan lebih awal pada 18 pasien karena ada efek samping.
Remdesivir, yang diberikan secara intravena (lewat suntikan atau infus), adalah di antara obat pertama yang disarankan sebagai pengobatan untuk virus corona baru.
Setelah satu bulan, 13,9 persen pasien yang menggunakan remdesivir meninggal dibandingkan dengan 12,8 persen pada kelompok kontrol. Perbedaannya tidak signifikan secara statistik.
Penulis draf hasil uji coba klinis juga menyatakan tidak ada perbedaan waktu perkembangan kesembuhan yang signifikan antara penerima Remdesivir dan tidak.
Seorang juru bicara untuk Gilead mengatakan kepada AFP: "Kami percaya unggahan (di situs WHO) itu tidak menggambarkan karakter studi secara tepat,"
Mereka juga mengatakan itu uji coba klinis dihentikan lebih awal karena hanya melibatkan sedikit pasien sehingga tidak bermakna secara statistik.
"Dengan demikian, hasil penelitian tidak dapat disimpulkan, meskipun tren dalam data menunjukkan potensi manfaat untuk remdesivir, terutama di antara pasien yang diobati pada awal penyakit," tambah juru bicara itu.
Stephen Evans, seorang profesor pharmacoepidemiology di London School of Hygiene & Tropical Medicine, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan "pasien yang direkrut untuk uji coba itu terlalu sedikit " untuk mendeteksi manfaat atau risiko.
"Jika obat itu hanya bekerja dengan baik ketika diberikan sangat awal setelah infeksi, mungkin akan kurang berguna dalam praktik."
Namun studi ini tidak mewakili kata akhir tentang masalah tersebut, dan ada beberapa uji coba skala besar dalam tahap lanjut yang harus segera memberikan gambaran yang lebih jelas.
Vaksin Remdesivir merupakan antivirus yang dikembangkan perusahaan bioteknologi yang berbasis di Amerika Serikat, Gilead Sciences. Vaksin dengan kode pengembangan GS-5734 ini masuk kelas analog nukleotida. Antivirus ini disintesis dalam beberapa turunan ribosa. Remdesivir awalnya diuji coba untuk melawan infeksi pada wabah Ebola di Afrika. Kini, vaksin itu juga digunakan sejumlah rumah sakit di China untuk melawan infeksi virus corona.
Berdasarkan studi yang baru saja dipublikasikan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), vaksin Remdesivir berhasil mencegah penyakit pada kera rhesus yang terinfeksi virus corona sindrom Timur tengah atau MERS-CoV.
Sumber : CNNINDONESIA
0 Komentar